Oleh: Sahrul Takim
Kabupaten Kepulauan Sula, terletak strategis di Maluku Utara, adalah daerah dengan potensi alam yang melimpah dan pemandangan laut yang memukau. Namun, di balik keindahan tersebut tersembunyi tantangan besar dalam pengembangan sumber daya manusia (SDM), yang memerlukan perhatian serius dan berkelanjutan.
Hingga tahun 2024, Melalui Data yang di rilis Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (DUKCAPIL) dengan populasi sekitar 100,39 ribu jiwa, tingkat pendidikan di Kabupaten ini menggambarkan realitas yang memanggil perhatian. Hanya 6,66% penduduk yang menikmati pendidikan tinggi, sebuah angka yang membunyikan alarm mengenai urgensinya peningkatan kualitas pendidikan. Lebih rinci, jumlah penduduk yang mengantongi ijazah D1 dan D2 hanya sebesar 0,78%, sementara lulusan D3 sedikit lebih baik di angka 1,07%.
Kemudian, data menunjukkan bahwa takaran intelektualitas tertinggi melalui pendidikan S1, S2, dan S3 berturut-turut adalah 4,68%, 0,11%, dan 0,008%. (Sumber Porostimur 22 Oktober 2024). Angka ini tidak sekadar menggambarkan jumlah; mereka mengindikasikan tantangan signifikan dalam menyiapkan SDM yang siap bersaing dan berinovasi untuk masa depan kabupaten Kepulauan Sula.
Sebagai gambaran lainnya, lulusan SMA mencapai 25,94%, tetapi ketidakberlanjutan menuju pendidikan lebih tinggi adalah pertanyaan krusial yang harus dijawab. Mengapa transisi pendidikan kurang mulus? Faktor infrastruktur pendidikan, ekonomi, hingga kurangnya kesadaran mungkin menjadi penyebab. Di tingkat provinsi, hal ini menempatkan Kepulauan Sula dalam posisi yang perlu dikejar.
Setelah diriset oleh teman-teman dosen di STAI Babussalam Sula ternyata faktor utama yang melatarbelakangi ini semua adalah kesejahteraan masyarakat. Pendapatan masyarakat saat ini cukup rendah sehingga tidak mampu melanjutkan studi anak-anak mereka pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Kondisi ini menyebabkan sebagian lulusan SMA memilih untuk bekerja pada perusahaan pertambangan di daerah lain untuk menghidupkan keluarga sedangkan sebagian lainnya menjadi pengangguran.
Masalah ini merupakan tanggung jawab kolektif yang memerlukan sinergi antara pemerintah, lembaga pendidikan, masyarakat, dan sektor swasta. Sebab keluar dari daerah tertinggal saja tidak cukup namun pentingnya berkolaborasi dengan semua sektor. Kolaborasi harus diarahkan pada peningkatan akses dan kualitas pendidikan melalui metode inovatif, memastikan pendidikan bukan hanya untuk kebutuhan saat ini tetapi juga masa depan Kabupaten ini.
Pendidikan, sebagai investasi yang tak ternilai, adalah kunci untuk membuka pintu bagi perkembangan daerah yang berkelanjutan. Tanpa intervensi strategis dan nyata, potensi Kabupaten Kepulauan Sula berisiko akan terus terkubur. Oleh karena itu, pertanyaannya kini adalah, apakah kita siap mengubah tantangan menjadi peluang dengan tindakan konkrit dan terukur? Bersama, kita harus menjawab panggilan ini dengan aksi yang progresif dari ketiga Kandidat yang sedang berkompetisi dalam pilkada kepulauan Sula demi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat Kepulauan Sula.
Komentar
Posting Komentar