Langsung ke konten utama

“PESERTA DIDIK DAN PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAM”


CATATAN KECIL
                                                                            


O L E H :


SAHRUL TAKIM
 

BAB I
PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang
Pendidik (Guru) merupakan salah satu hal terpenting dalam proses pendidikan. Tugas guru sebagai pendidik merupakan hal yang sangat mulia di sisi Allah SWT dan mendapatkan penghargaan yang tinggi. Tapi penghargaan yang tinggi tersebut diberikan kepada guru yang bekerja secara tulus dan ikhlas dalam mengajar peserta didiknya, atau bisa disebut juga guru tersebut bekerja secara professional.
Guru bukan hanya mengajarkan materi saja kepada anak didiknya. Tapi juga membimbing mereka menjadi murid yang mempunyai akhlak mulia. Serta guru juga menjadi motivator bagi peserta didiknya. Motivasi sangat diperlukan sebagai respon terhadap tugas dan tanggung  jawab guru sebagai pendidik, pengajar dan pelatih dalam mencapai tujuan pendidikan.
Proses pendidikan dalam kehidupan manusia tidak terlepas dari peran pendidik dan peserta didik itu sendiri. Berhasil atau gagalnya pendidikan diantaranya ditentukan oleh kedua komponen tersebut. Mulai dari kemapanan ilmu pengetahuan pendidik, sampai kemampuan pendidik dalam menguasai objek pendidikan, berbagai syarat yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik, motivasi belajar peserta didik, kepribadian anak didik dan tentu saja pengetahuan awal yang dikuasai oleh peserta didik. Agar hasil yang direncanakan tercapai semaksimal mungkin. Disinilah pentingnya pengetahuan tentang subjek pendidikan.
Al-Quran sebagai pedoman hidup manusia di dalamnya menyimpan berbagai mutiara yang mahal harganya yang jika dianalisis secara mendalam sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Diantara mutiara tersebut adalah beberapa konsep pendidikan yang terkandung dalam Al-Quran, diantara konsep tersebut adalah konsep awal pendidikan, kewajiban belajar, tujuan pendidikan dan subjek pendidikan.
Keluasan Al-Quran dalam konsep pendidikan tersebut telah mendorong penulis untuk menggali salah satu dari konsep tersebut, untuk itu dalam makalah ini penulis akan mencoba memaparkan sedikit tentang salah satu konsep tersebut, yaitu yang berhubungan dengan subjek pendidikan dengan harapan dapat lebih memahami bagaimana subjek pendidikan menurut Al-Quran.
Berdasarkan Uraian di atas, maka dapat dipahami bahwa pendidik dalam perspektif pendidikan Islam ialah orang yang bertanggung jawab terhadap upaya perkembangan jasmani dan rohani peserta didik agar mencapai tingkat kedewasaan sehingga ia mampu menunaikan tugas-tugas kemanusiaannya sesuai dengan nilai ajaran Islam. Oleh karena itu, pendidik dalam konteks ini bukan hanya terbatas pada orang-orang yang bertugas di Sekolah tetapi semua orang yang terlibat dalam proses pendidikan anak mulai sejak dalam kandungan hingga ia dewasa, bahkan sampai meninggal dunia sama halnya dengan peserta didik tak bisa di lepas tanggungjawabnya dalam pendidikan islam.
Olehnya itu kaitanya dengan perkembangan pendidikan khususnya pendidik dan peserta didik maka penulis mencoba mengkaji posisi pendidik dan peserta didik dalam pandangan pendidikan islam dengan mengangkat judul makalah ini yakni “Peserta didik Dan Pendidik dalam pandangan Islam”.

B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat di rumuskan permasalahan di yakni:
1.      Bagaimana Pandangan Pendidikan Islam  tentang  pendidik dan peserta didik?
C.       Tujuan Penulisan
Adapun Tujuan penulisan Ini Dapat Diuraikan Sebagai Berikut:
1.    Untuk mengetahui Konsep Pendidik Dan Peserta Didik.
2.    Untuk mengetahui Peserta didik dan pendidik dalam pendidikan islam.
D.      Kegunaan Penulisan.
Penulis menjabarkan tema ini dengan kegunaan sebagai berikut.
1.    Kegunaan Teoritis
Dipergunakan sebagai salah satu bahan pertimbangan untuk mengkaji dan mendalami pemahaman terkait Peserta didik dan pendidik dalam pendidikan islam.
2.    Keguanaan ilmiah
Diharapkan dengan penulisan ini dapat menjadi tambahan khasanah intelektual, khususnya para pembaca yang berpendidikan, minimal sebagai bahan inspirasi dan tambahan wawasan bagi penulis yang mengambil Pandangan ilmu secara baik sesuai dengan dinamika zaman perkembangan pemikiran yang selalu dinamis.
3.    Kegunaan praktis
Menambah informasi kepada para pembaca dan mahasiswa di Indonesia Khususnya mahasiswa pasca sarjana IAIN Ternate serta seluruh masyarakat agar dapat memahami tentang urgensinya pemahaman islam tentang pendidik dan peserta didik agar dalam penyelenggaraan pendidikan terbingkai oleh ajaran islam serta sebagai ikhtiar untuk pertumbuhan peserta didik dan perbaikan mutu pendidikan.

E.       Garis-garis besar penulisan.
Makalah ini disusun dalam tiga komposisi bab, yang masing-masing bab memiliki bagian yang integral dengan bagian yang lain.
Pada Bab I, Pendahuluan. Dibagian ini menguraikan beberapa hal yang merupakan gambaran umum dari penelitian yaitu, susunan makalah melalui embrio permasalahan yang tersurat dalam latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penulisan serta garis-garis besar penulisan.
Bab II Tinjuan Pustaka yang meliputi teori-teori yang telah diperoleh penulis  dalam proses perkuliahan maupun dari literature yang akan digunakan sebagai landasan pemikiran dalam pembahsan makalah ini.
Bab III merupakan akhir bab yang di dalamnya berisi kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian, serta saran dari penulis dan daftar pustaka.









BAB II
PEMBAHASAN

A.       KONSEP PENDIDIK DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Sebagai teori Barat, pendidik dalam islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didiknya dengan upaya mengembangkan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif (rasa), kognitif (cipta), dan psikomotorik (karsa).[1] Pendidik berarti juga orang dewasa yang bertanggung jawab memberi pertolongan pada peserta didiknya dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu berdiri sendiri dan memenuhi tingkat kedewasaannya, mampu mandiri dalam memenuhi tugasnya sebagai hamba dan khalifah Allah SWT. Mampu melakukan tugas sebagai makhluk sosial dan sebagai makhluk individu yang mandiri.[2]
Pendidik yang utama dan pertama adalah orang tua sendiri. Mereka berdua yang bertanggung jawab penuh atas kemajuan dan perkembangan anaknya, karena sukses tidaknya anak sangat tergantung pengasuh, perhatian, dan pendidiknya. Firman Allah SWT :
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3Î=÷dr&ur #Y$tR $ydߊqè%ur â¨$¨Z9$# äou$yfÏtø:$#ur $pköŽn=tæ îps3Í´¯»n=tB ÔâŸxÏî ׊#yÏ© žw tbqÝÁ÷ètƒ ©!$# !$tB öNèdttBr& tbqè=yèøÿtƒur $tB tbrâsD÷sムÇÏÈ  
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (Q.S Attahrim : 6)

1.      Pengertian Pendidik.
Pendidikan merupakan suatu usaha membina dan mengembangkan pribadi manusia dari aspek-aspek rohaniah dan jasmaniah juga harus berlangsung secara bertahap. Oleh karena itu kematangan yang bertitik akhir pada optimalisasi perkembangan/pertumbuhan, baru dapat tercapai bilamana berlangsung melalui proses demi proses ke arah tujuan akhir perkembangan/pertumbuhan anak didik (manusia) kepada titik optimal kemampuannya. Dan tujuan yang hendak dicapai adalah terbentuknya kepribadian yang bulat dan utuh sebagai manusia individual dan sosial serta hamba Tuhan yang mengabdikan diri kepadaNya.[3]
Pengertian Pendidik secara umum adalah orang yang memiliki tanggung jawab untuk mendidik. Sementara secara khusus, pendidik dalam perspektif pendidikan Islam adalah orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif, kognitif, maupun psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.[4]
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat dipahami bahwa pendidik dalam perspektif pendidikan Islam ialah orang yang bertanggung jawab terhadap upaya perkembangan jasmani dan rohani peserta didik agar mencapai tingkat kedewasaan sehingga ia mampu menunaikan tugas-tugas kemanusiaannya sesuai dengan nilai ajaran Islam. Oleh karena itu, pendidik dalam konteks ini bukan hanya terbatas pada orang-orang yang bertugas di Sekolah tetapi semua orang yang terlibat dalam proses pendidikan anak mulai sejak dalam kandungan hingga ia dewasa, bahkan sampai meninggal dunia.

2.      Tugas dan Tanggung Jawab Pendidik.
Dalam Islam, tugas seorang pendidik dipandang sebagai sesuatu yang sangat mulia. Posisi ini menyebabkan mengapa islam menempatkan orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan lebih tinggi derajatnya bila dibanding dengan manusia lainnya (QS. Al Mujadilah/58:11). Secara umum, tugas pendidik adalah mendidik. Dalam operasionalisasinya, mendidik merupakan rangkaian proses mengajar, memberikan dorongan, memuji, menghukum, memberi contoh, membiasakan, dll. Batasan ini memberi arti bahwa tugas pendidik bukan hanya sekedar mengajar sebagaimana pendapat kebanyakan orang. Di samping itu, pendidik juga bertugas sebagai motivator dan fasilitator dalam proses belajar mengajar, sehingga seluruh potensi peserta didik dapat teraktualisasi secara baik dan dinamis. Sementara dalam batasan lain, tugas pendidik dapat dijabarkan dalam beberapa pokok pikiran, yaitu:
a.         Sebagai pengajar (instruksional) yang bertugas merencanakan program pengajaran, melaksanakan program yang disusun, dan akhirnya dengan pelaksanaan penilaian setelah program tersebut dilaksanakan.
b.         Sebagai pendidik (edukator) yang mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan kepribadian sempurna (insan kamil), seiring dengan tujuan penciptaan-Nya.
c.         Sebagai pemimpin (managerial) yang memimpin, mengendalikan diri (baik diri sendiri, peserta didik, maupun masyarakat), upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan, dan partisipasi atas program yang dilakukan.[5]

3.      Kompetensi Pendidik.
Pengertian Kompetensi Guru Menurut Mulyasa, kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak.  Menurut Muhaimin, kompetensi adalah seperangkat tindakan intelegen penuh tanggung jawab yang harus dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu melaksankan tugas-tugas dalam bidang pekerjaan tertentu. Sifat intelegen harus ditunjukan sebagai kemahiran, ketetapan, dan keberhasilan bertindak. Sifat tanggung jawab harus ditunjukkan sebagai kebenaran tindakan baik dipandang dari sudut ilmu pengetahuan, teknologi maupun etika. Menurut Muhibbin Syah, kompetensi adalah kemampuan atau kecakapan.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilaku kognitif, afektif dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya.
Jadi kompetensi profesional guru dapat diartikan sebagai kemampuan dan kewenangan guru dalam menjalankan profesi keguruannya. Guru yang kompeten dan profesional adalah guru piawai dalam melaksanakan profesinya. Berdasarkan uraian di atas kompetensi guru dapat didefinisikan sebagai penguasaan terhadap pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak dalam menjalankan profesinya sebagai guru.
Guru sebagai agen pembelajaran diharapkan memiliki empat kompetensi. Empat kompetensi tersebut yakni kompetensi pedagogik, sosial, kepribadian, dan kompetensi profesional.[6]

  1. Kedudukan Pendidik Dalam Perspektif Islam
Pendidik adalah bapak  rohani (spiritual father) bagi peserta didik yang  memberikan santapan jiwa dengan ilmu, pembinaan akhlak mulia, dan meluruskan perilaku buruknya. Oleh karena itu, pendidik mempunyai kedudukan yang tinggi dalam islam. Dalam hadits Nabi Muhammad SAW disebutkan: “Tinta seorang ilmuan (yang menjadi guru) lebih berharga daripada darah pada syuhadah”. Bahkan Islam menempatkan pendidik setingkat dengan derajat seorang Rasul. Al-Syawki bersyair :
Berdiri dan hormatilah guru dan berilah penghargaan, seorang guru itu hampir saja merupakan seorang rasul”.[7]
Pendidik adalah bapak rohani begi peserta didik yang memberikan ilmu, pembinaan akhlaq mulia, dan memperbaiki akhlaq yang kurang baik. Kedudukan tertinggi pendidik dalam Islam tertuang dalam teks
كن عالما او متعلما او سامعا او محبا، ولا تكن خا مسا حتى تهلكة
“Jadilah engkau sebagai guru, atau pelajar, atau pendengar, atau pecinta dan janganlah kamu menjadi orang yang kelima, sehingga engkau menjadi rusak.”

  1. Ciri-Ciri Dan Karakteristik Pendidik Yang Baik
Ciri pendidik mesti memiliki sikap dan sifat dewasa . Pribadi dewasa dalam perspektif Pendidikan Islam dan layak menjadi pendidik, menurut Wens Tanlain, dkk Pribadi dewasa adalah pribadi yang memiliki susila daan karakteristik sebagai berikut:
a.         Mempunyai individualitas yang utuh
b.         Mempunyai sosialitas yang utuh
c.         Mempunyai norma kesusilaan, nilai-nilai kemanusiaan
d.         Bertindak sesuai dengan norma dan nilai-nilai atas tanggung jawab sendiri demi kebahagiaan mayarakat dan orang lain.

  1. Syarat Menjadi Pendidik
Agar pendidik dapat melaksanakan tugas dengan baik, maka ia membutuhkan beberapa syarat yang mesti dimiliki, diantaranya :
a.         Mempunyai ijazah formal
b.         Sehat jasmani dan rohani
c.         Berakhlak yang baik
d.         Memiliki pribadi mukmin, muslim, dan muhsin
e.         Taat untuk menjalankan agama
f.           Memiliki jiwa pendidik dan rasa kasih saying kepada anak didiknya dan ikhlas jiwanya
g.         Mengetahui dasar-dasar ilmu pengetahuan tentang keguruan terutama didaktik dan metodik
h.         Menguasai ilmu pengetahuan agama
i.           Tidk mempunyai cacat rohaniah dan jasmaniah ( Abu Ahmadi, 1986: 49 )

Sedangkan dalam UUSPN Nomor 2 Tahun 1989 disebutkan di dalam Pasal 28 ayat (2), bahwa: “Untuk dapat diangkat sebagai tenaga pengajar, tenaga didik yang bersangkutan harus beriman dan bertaqwa.

  1. Tugas Pendidik Dalam Perspektif Islam
Dalam paradigma Jawa, pendidikan diidentikan dengan guru (gu dan ru) yang berarti “digugu dan ditiru”. Dikatakan digugu (dipercaya) karena guru memiliki seperangkat ilmu ynag memadai, yang kerenanya ia memiliki wawasan dan pandangan yang luas dalam melihat kehidupan ini. Dikatakan ditiru (diikuti) karena guru memiliki kepribadiaan yang utuh, yang karenanya segala tindak tanduknya patut dijadikan panutan dan suri tauladan oleh peserta didiknya. Pengertian ini diasumsikan bahwa tugas guru tidak sekadar mentransformasikan ilmu, tapi juga bagaimana ia mampu mengiternalisasikan ilmunya pada peserta didiknya.
Dalam perkembangan berikutnya, paradigma pendidik tidak hanya bertugas pengajar, yang mendoktrin peserta didiknya untuk mengusai seperangkat pengetahuan dan skill tertentu. Pendidik hanya bertugas sebagai motivator dan fasilitator dalam proses belajar mengajar.  Keaktifan sangat tergantung pada peserta didiknya, sekalipun keaktifan itu akibat dari motivasi dan pemberian fasilitas dari pendidiknya. Seorang pendidik juga harus mampu memainkan peranan dan fungsinya dalam menjalankan tugas keguruannya. Hal ini menghindari adanya benturan fungsi dan perannya, sehingga pendidik bisa menempatkan kepentingan sebagai individu, anggota masyarakat, warga Negara, dan pendidik sendiri. Jadi, antara tugas keguruan dan tugas lainnya harus ditempatkan menurut proporsinya. Oleh karena itu, fungsi dan tugas pendidik dalam pendidkan dapat disimpulkan menjadi tiga bagian, yaitu:
a.         Sebagai pengajar (instruksional), yang bertugas merencanakan program pengajaran dan melaksanakam program ynag telah disusun serta mengakhiri dengan pelaksanaan penilaian setelah program dilakukan (evaluasi).
b.         Sebagai pendidik (educator), yang mengarahkan peserta didik pada tingkatan kedewasaan dan berkepribadiaan kamil (sempurna)seiring dengan tujuan Allah SWT yang menciptakannya.
c.         Sebagai pemimpin (managerial), yang memimpin, mengendalikan diri sendiri, peserta didik dan masyarakat yang terkait , terhadap berbagai masalah yang menyangkut upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrol, dan partisipasi atas program pendidikan yang dilakukan.[8]
Dalam tugas itu, seorang pendidik dituntut untuk mempunyai seperangkat prinsip keguruan. Prinsip keguruan itu dapat berupa : (1) Kesediaan untuk mengajar seperti memperhatikan kemampuan, pertumbuhan, dan perbedaan peserta didik. (2) menumbuhkan bakat dan sikap peserta didik yang baik. (3) mengatur proses belajar yang baik. (4) memperhatikan perubahan-perubahan dan kecenderungan yang mempengaruhi proses belajar peserta didiknya.

  1. Kode Etik Pendidik Dalam Perspektif Islam
Kode etik pendidik adalah norma-norma yang mengatur hubungan kemanusiaan (hubungan relationship) antara pendidik dan peserta didik, orang tua peserta didik, serta dengan atasanya. Suatu jabatan yang melayani orang lain selalu memerlukan kode etik. Demikian pula jabatn pendidik mempunyai kode etik tertentu yang harus dikenal dan dilaksanakan oleh setiap pendidik. Bentuk kode etik suatu lembaga pendidikan tidak harus sama, tetapi secara intrinsik mempunyai kesamaan konten yang berlaku umum. Pelanggaran terhadap kode etik akan mengurangi nilai dan kewibawaan identitas pendidik.
Dalam merumuskan kode etik, Al-Ghazali lebih menekankan betapa berat kode etik yang diperankan seorang pendidik daripada peserta didiknya. Kode etik pendidik terumuskan sebanyak 15 bagian, sementara kode etik peserta didiknya hanya 11 bagian. Hal itu terjadi karena guru dalam konteks ini menjadi segala-galanya,yang tidak saja menyangkut keberhasilannya dalam menjalankan profesi keguruannya, tetapi juga tanggung jawabnya di hadapan Allah SWT kelak. Adapun kode etik pendidik yang dimaksud adalah:
a.         Menerima segala problem peserta didik dengan hati dan sikap yang terbuka dan tabah
b.         Bersikap penyanun dan penyayang
c.         Menjaga kewibawaan dan kehormatan
d.         Menghindari dan menghilangkan sikap angkuh terhadap sesame
e.         Bersifat rendah hati ketika berada di sekelompok masyarakat
f.           Menghilangkan aktivitas yang tidak berguna dan sia-sia
g.         Bersifat lemah lembut dalaam menghadapi peserta didiknya yang tingkat IQ-nya rendah, serta membinanya sampai pada tingkat maksimal
h.         Meninggalkan sifat marah dalam menghadapi problem peserta didiknya
i.           Memperbaiki sikap peserta didiknya, dan bersikap lemah lembut terhadap peserta didik yang kurang lancar bicaranya
j.           Meninggalkan sifat yang menakutkan bagi peserta didiknya, terutama kepada peserta didik yang belum mengerti dan mengetahui
k.         Berusaha memerhatikan pertanyaan-pertanyaan peserta didiknya, walaupun pertanyaan itu tidak bermutu dan tidak sesuai dengan masalah yang diajarkan
l.           Menerima kebenaran yang diajukan oleh peserta didiknya
m.       Menjadikan kebenaran sebagai acuan dalam proses pendidikan, walaupun kebenaran itu datangnya dari peserta didik
n.         Mencegah dan mengontrol peserta didik mempelajari ilmu yang membahayakan
o.         Menanamkan sifat ikhas pada peserta didiknya.[9]

B.       PESERTA DIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAM
1.      Pengertian Peserta Didik.
Di antara komponen terpenting dalam pendidikan islam adalah peserta didik. Dalam perspektif islam, peserta didik merupakan subjek dan objek. Dilihat dari segi kedudukannya, anak didik adalah makhluk yang sedang berada dalam proses perkembangan dan pertumbuhan menurut fitrohnya masing-masing. Mereka memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju ke arah titik optimal kemampuan fitrohnya. Dalam pandangan yang lebih modern, anak didik tidak hanya dianggap sebagai obyek atau sasaran pendidikan sebagai yang disebut diatas, melainkan juga harus diperlakukan sebagai subjek pendidikan. Hal ini antara lain dilakukan dengan cara melibatkan mereka dalam memecahkan masalah dalam proses belajar mengajar.
Dalam bahasa Arab dikenal tiga istilah yang sering digunakan untuk menunjukkan kepada anak didik. Tiga istilah tersebut adalah murid yang secara harfiah berarti orang yang membutuhkan sesuatu, tilmidz  yang berarti murid, dan tholib al-ilmi yang menuntut ilmu, pelajar atau mahasiswa. Ketiga istilah tersebut seluruhnya mengacu pada seorang yang tengah menempuh pendidikan.
Pengertian tentang peserta didik juga dapat di kemukakan secara konsepsional sebagai berikut:
Dalam istilah tasawuf peserta didik disebut dengan “murid” atau “thalib”. Secara etimologi murid berarti orang yang menghendaki. Sedangkan menurut arti terminologi, murid adalah pencari hakikat di bawah bimbingan dan arahan seorang pembimbing spiritual (mursyid). Sedangkan istilah thalib secara bahasa adalah orang yang mencari. Sedang menurut istilah tasawuf adalah penempuh jalan spiritual, di mana ia berusaha keras menempuh dirinya untuk mencapai derajat sufi.[10]
Adapula penyebutan peserta didik dengan sebutan anak didik. Dalam persepektif filsafat pendidikan Islam, hakikat anak didik terdiri dari beberapa macam:
a.         Anak didik adalah darah daging sendiri, orang tua adalah pendidik bagi anak-anaknya maka semua keturunannya menjadi anak didiknya di dalam keluarga.
b.         Anak didik adalah semua anak yang berada di bawah bimbingan pendidik di lembaga formal maupun nonformal.
c.         Anak didik secara khusus adalah orang-orang yang belajar di lembaga pendidikan tertentu yang menerima bimbingan, pengarahan, nasihat, pembelajaran dan berbagai hal yang berkaitan dengan proses kependidikan.[11]
Peserta didik secara formal adalah orang yang sedang berada pada fase pertumbuhan dan perkembangan baik secara fisik maupun psikis.[12] Menurut pasal 1 ayat 4 UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur jenjang dan jenis pendidikan tertentu.[13]
Dalam paradigma Pendidikan Islam, peserta didik merupakan orang yang belum dewasa dan memiliki sejumlah potensi (kemampuan) dasar yang masih perlu dikembangkan. Di sini peserta didik merupakan makhluk Allah yang memiliki fitrah jasmani maupun rohani yang belum mencapai taraf kematangan baik bentuk, ukuran, maupun perimbangan pada bagian-bagian lainnya.[14] Adapula yang mendefinisikan peserta didik adalah orang yang menuntut ilmu di lembaga pendidikan, bisa disebut sebagai murid, santri atau mahasiswa.[15]
Sedangkan dalam pendidikan Islam peserta didik adalah individu yang sedang tumbuh dan berkembang baik secara fisik, psikologis, sosial dan religius dalam mengarungi kehidupan di dunia dan akhirat. Definisi tersebut memberi arti bahwa peserta didik merupakan individu yang belum dewasa yang karenanya memerlukan orang lain untuk menjadikan dirinya dewasa. anak kandug adalah peserta didik dalam keluarga, murid adalah pesrta didik di sekolah, anak-anak penduduk adalah peserta didik masyarakat sekitarnya dan umat beragama menjadi peserta didik ruhaniawan dalam suatu agama.[16]
Jadi, dapat disimpulkan bahwa peserta didik dalam pendidikan Islam tidak sebatas pada para anak didik, tetapi semua manusia adalah peserta didik, bahkan pendidikpun  dapat disebut peserta didik karena tidak ada manusia yang ilmunya mengungguli ilmu-ilmu Allah. Semua manusia harus terus belajar dan saling mengajar maka pantasnya semua manusia mengakui dirinya fakir dalam ilmu.[17]
Berdasarkan pengertian di atas, maka anak didik dapat dicirikan sebagai orang yang tengah memerlukan pengetahuan atau ilmu, bimbingan, dan pengarahan. Dalam pandangan islam, hakikat ilmu berasal dari Alloh. Sedangkan proses memperolehnya dilakukan melalui belajar kepada Guru.[18]
2.      Hakikat Peserta Didik
a.         Peserta didik bukanlah miniatur orang dewasa akan tetapi memiliki dunianya sendiri.
b.        Peserta didik adalah manusia yang memiliki  deferensiasi periodesasi perkembangan dan pertumbuhan. Pemahaman ini cukup perlu untuk diketahui agar aktivitas kependidikan Islam disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembaangan yang pada umumnya dilalui oleh setiap peserta didik.
c.         Peserta didik adalah manusia yang memiliki kebutuhan baik yang menyangkut kebutuhan jasmani maupun rohani yang harus dipenuhi.
d.        Peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki perbedaan individual (differensiasi individual), baik yang disebabkan oleh faktor pembawaan maupun di mana dia berada.
e.         Peserta didik merupakan resultan dari dua unsur utama, yaitu jasmani dan rohani.
f.          Peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi (fitrah) yang dapat dikembangkan dan berkembang secara dinamis.[19]
3.      Tugas Peserta Didik dalam proses pembelajaran.
Menurut Hasan Fahmi, di antara tugas dan kewajiban yang perlu dipenuhi peserta didik adalah:
a.         Peserta didik hendaknya senantiasa membersihkan hatinya sebelum menuntut ilmu. Hal ini disebabkan karena belajar adalah ibadah dan tidak syah ibadah kecuali dengan hati yang bersih.
b.         Tujuan belajar hendaknya ditujukan untuk menghiasi ruh dengan berbagai sifat keutamaan. Yaitu  sebagai manusia individual dan sosial serta hamba Tuhan yang mengabdikan diri kepadaNya.
c.         Memiliki kemauan yang kuat untuk mencari dan menuntut ilmu di berbagai tempat.
d.         Setiap peserta didik wajib menghormati pendidiknya.
e.         Peserta didik hendaknya belajar secara sungguh-sungguh dan tabah dalam belajar.
f.           Menghargai ilmu dan bertekad untuk terus menuntut ilmu sampai akhir hayat.[20]
Al-Ghazali, yang telah dikutip oleh Abidin Ibnu Rush mengemukakan beberapa hal yang harus dipenuhi peserta didik dalam proses belajar mengajar sebagai berikut:
a.       Belajar merupakan proses jiwa.
Seorang siswa akan berhasil dalam belajarnya apabila ia mampu memahami bahwa belajar pada hakikatnya adalah proses jiwa, bukan proses fisik. Dari sinilah Al-Ghazali menyarankan agar murid (peserta didik) sebagai langkah pertama dalam belajarnya mensucikan jiwa dari  peilaku buruk, sifat-sifat tercela dan budi pekerti yang rendah.
b.      Belajar menuntuk konsentrasi
Murid memusatkan perhatiannya atau konsentrasi terhadap ilmu yang sedang dikaji dan dipelajarinya, ia harus mengurangi ketergantungannya kepada masalah keduniaan.
c.       Belajar harus didasari sikap tawadhu’
Murid harus mempunyai sikap tawadhu’ dan merendahkan diri terhadap ilmu dan guru, sebagai perantara diterimanya ilmu itu.
d.      Murid tidak melibatkan diri dalam perdebatan atau diskusi tentang segala ilmu sebelum terlebih dahulu mengkaji dan memperkokoh pandangan dasar ilmu-ilmu itu.
e.       Murid hendaknya mampu memprekdisikan kehidupan yang akan datang berdasarkan kejadian sekarang dan silam.
f.        Belajar bertahap
Belajar haruslah secara tertib. Artinya, mendahulukan ilmu-ilmu yang berhak didahulukan dan mengemudiankan ilmu-ilmu yang memang harus dikemudiankan
g.       Tujuan belajar untuk berakhlakul karimah
Murid dalam belajar bertujuan menjadi ilmuwan yang sanggup menyebarluaskan ilmunya demi nilai-nilai kemanusiaan.[21]
Kesemua hal di atas cukup penting untuk disadari oleh setiap peserta didik, sekaligus dijadikan sebagai pegangan dalam menuntut ilmu. Di samping berbagai pendekatan tersebut, peserta didik hendaknya memiliki kesiapan dan kesediaan untuk belajar dengan tekun, baik secara fisik maupun mental. Dengan kesiapan dan kesediaan fisik dan psikis, maka aktivitas kependidikan yang diikuti akan terlaksana secara efektif dan efisien.







BAB III
PENUTUP
A.       Kesimpulan
Pengertian Pendidik secara umum adalah orang yang memiliki tanggung jawab untuk mendidik. Sementara secara khusus, pendidik dalam perspektif pendidikan Islam adalah orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif, kognitif, maupun psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam. Kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilaku kognitif, afektif dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya.
Dalam perspektif islam, peserta didik merupakan subjek dan objek. Dilihat dari segi kedudukannya, anak didik adalah makhluk yang sedang berada dalam proses perkembangan dan pertumbuhan menurut fitrohnya masing-masing. Mereka memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju ke arah titik optimal kemampuan fitrohnya.

B.       Saran.
Setelah membahas Peserta didik dan pendidik dalam pendidikan islam. Maka kami berharap pendidikan islam lebih di utamakan dan di pelajari lebih mendalam, khususnya dalam kehidupan sehari- hari dan menanamkannya pada generasi muda agar syari’at dan ajaran islam dapat di mengerti dan di pahami oleh generasi muda dalam mengaplikasikannya di kehidupan sehari- hari.







[1] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992), hal.74-75
[2] Suryoubroo B., Beberapa Aspek Dasar Kependidikan, (Jakarta : Bina Aksara, 1983), hal.26
[3] H.M. Arifin, M.Ed, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara,2005), hal. 11
[4] H. Samsul Nizar,M.A, Filsafat Pendidikan Islam, (Cet. I, Jakarta: Ciputat Pers,2002), hal 41
[5] Ibid, hal 44
[6] http//www.asrori.com/2011/04/pengertian-kompetensi-guru-html, diakses tgl 25Desember 2014
[7] Muhammad Athiyah al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1987), hal. 135-136
[8] Roestiyah NK, Masalah-masalah Ilmu Keguruan, (Jakarta : Bina Aksara, 1982), hal. 86
[9] Westy Soemanto dan Hendyat Soetopo, Dasar dan Teori Pendidikan Dunia (Surabaya: Usaha Nasional, 1982), hal.147
[10]Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana, 2008), hal. 104
[11] Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2009), hal. 88
[12] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), hal. 77
[13] Ibid.
[14] Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, Teoritis da Praktis (Jakarta: Ciputat Pers,2002), hal. 47
[15] Heri Jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan  (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), hal. 137
[16]Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam, Op.Cit, hal. 103
[17] Beni Ahmad Saebani dan Hendra Akhdiyat, Ilmu Pendidikan Islam  (Bandung: Pustaka Setia, 2009), hal. 242
[18] H. Abudin Nata, MA, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Gaya Media Pratama, 2005), hal 131
[19] Samsul nizar, Op. Cit. 48-50
[20] H. Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Cet.I; Jakarta: Ciputat Pers,2002), hal 50
[21] Abidin Ibnu Rush, Pemikiran Al-Ghazali tentang Pendidikan (Yogyakarta:  Pustaka Pelajar, 1998), hal. 77-88

DAFTAR PUSTAKA

Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992

B, Suryoubroo, Beberapa Aspek Dasar Kependidikan, Jakarta : Bina Aksara, 1983

Arifin, H.M, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara,2005

Nizar, H. Samsul, Filsafat Pendidikan Islam, Cet. I, Jakarta: Ciputat Pers,2002

http//www.asrori.com/2011/04/pengertian-kompetensi-guru-html

Al-Abrasyi, Muhammad Athiyah, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Jakarta : Bulan Bintang, 1987

NK, Roestiyah, Masalah-masalah Ilmu Keguruan, Jakarta : Bina Aksara, 1982

Soemanto, Westy dan Soetopo, Hendyat, Dasar dan Teori Pendidikan Dunia Surabaya: Usaha Nasional, 1982

Mujib, Abdul, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2008

Basri, Hasan, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2009

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2002

Nizar, Samsul, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, Teoritis da Praktis, Jakarta: Ciputat Pers,2002

Muchtar, Heri Jauhari, Fikih Pendidikan  Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008

Saebani, Beni Ahmad dan Akhdiyat, Hendra, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2009

Nata, H. Abudin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Gaya Media Pratama, 2005

Nizar, H. Samsul, Filsafat Pendidikan Islam, Cet.I; Jakarta: Ciputat Pers,2002

Rush, Abidin Ibnu, Pemikiran Al-Ghazali tentang Pendidikan, Yogyakarta:  Pustaka Pelajar, 1998

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEKILAS MENGENAL ABANG RUDI

Rudi Duwila, Keseharian biasanya saya sapa beliau dengan panggilan Abang Rudi. Panggilan ini memang sangat kental dikalangan warga Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Sepengetahuan dan sepengalaman saya, beliau adalah sosok kakak yang sederhana, dermawan, murah senyum, sapa sesama, sabar, rendah hati dan banyak lagi yang patut untuk di dijadikan teladan.  Sebagasi yunior saya adalah salah satu yang mendapat perlindungan dari Bang Rudi waktu berproses menjadi mahasiswa kala itu, saya sangat merasakan perlindungan dari beliau diantara para senior lain kala itu, sebut saja Budi Banapon,  Bustamin Sanaba , Ipa Irfan  dan lain-lain, karena setahu saya sewaktu mulai aktif di HPMS Cabang Kepulauan Sula sejak tahun 2013 dengan Jabatan Ketua Komisariat HPMS STAIN Sanana, mereka inilah senior yang saya kenal. Perlindungan dan Kasih sayang para senior termasuk Bang Rudi  dapat resapi dalam pola kehidupan berorganisasi dan kesehariannya. Dalam setiap gerakan aksi demonstrasi yang sa...

Kampung Ku Dunia Ku; Sebuah Cerita

Oleh: Sahrul Takim   Hidup ini adalah pergiliran antara satu kenyataan dengan kenyataan berikutnya. Dari sejak awal dilahirkan di dunia ini, manusia sudah bersua dengan berbagai peristiwa dan ujian. Entah disadari atau tidak, yang jelas begitulah faktanya. Ada susah-senang, duka-suka, derita-bahagia, sakit-sehat, benci-gembira, tangis-tawa dan seterusnya. Semuanya dipergilirkan. Begitu kata sebagian orang bijak mengingatkan. Masuk dalam medan baru kehidupan atau apa yang dikenal dengan kehidupan dunia adalah pilihan takdir yang sudah diatur oleh Sang Kuasa. Tak ada yang mampu menolaknya. Tidak ada yang mampu ‘mengawali’ dan tidak ada yang mampu ‘mengakhiri’. Sebab kehadiran manusia—melalui rahim suci sang bundanya—adalah takdir yang tak mampu ditakar akal dan kemampuan manusia. Begitu juga, ketika kelak meninggal. Ia adalah takdir Sang Kuasa. Aku sebagai salah satu dari miliyaran manusia yang menghirup nafas di dunia ini tentu punya alur hidup tersendiri. Mau bagaimana aku menjalan...