Langsung ke konten utama

 

KONTRUKSI TEORI DAN KONSEP PENILAIAN PEMBELAJARAN PAI BERBASIS DIGITAL

Oleh: Sahrul Takim

 


A.     Prolog

Dalam rentang 5 tahun terakhir ini, dunia pendidikan di Indonesia mengalami perubahan yang sangat pesat. Perubahan-perubahan yang muncul dalam pengajaran di kelas bukan saja datang dari internal guru sebagai pendidik karena adanya perubahan kurikulum dan standar yang diberlakukan oleh sekolah tetapi juga oleh faktor lainnya. Pengajaran yang dulu merupakan aktivitas yang didominasi oleh guru yang dianggap sebagai “sumber ilmu” kini perlu dikoreksi kembali. Perubahan inilah yang mengakibatkan adanya perubahan dalam alokasi waktu yang terus berkembang dengan cepat. Jika semula guru merencanakan pengajaran untuk tema tertentu dengan durasi tertentu, maka saat ini timing pengajaran perlu direalokasi lagi.[1]

Menjadi pendidik di era digital membutuhkan usaha yang lebih keras jika dibandingkan dengan puluhan tahun ke belakang. Berkembangnya dunia digital terkadang membuat hubungan guru dan siswa tidak lagi seperti yang diharapkan. Jika dahulu siswa sangat menantikan guru sebagai wasilah datangnya ilmu dan wawasan baru, namun saat ini hal itu tidak terjadi lagi. Bukan hanya itu, siswa juga bisa menjadi bermasalah dengan adanya arus informasi yang tanpa diseleksi, sehingga apa yang diperoleh melalui informasi digital melebihi apa yang seharusnya ia pelajari. Sebagai contoh, media internet menjadi sebuah media yang

benar-benar memberikan banyak keuntungan akan tetapi terdapat juga hal yang bisa membahayakan bagi anak. Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Departemen Kehakiman Amerika Serikat yang membuktikan bahwa sekitar 70% anak mendapat kejadian buruk di internet. Bahkan 25% dari mereka mendapatkan pelecehan seksual tanpa sepengetahuan orang tua mereka. Maka dari itu, anak harus diajarkan mengenai resiko dalam menggunakan internet.[2]

Pada era sekarang ini, teknologi tidak dapat diabaikan dan tidak dapat dijadikan pilihan. Nyatanya, teknologi telah merambah di segala sektor kehidupan. Dalam aspek pendidikan, peranan teknologi yang saat ini begitu terasa adalah beralihnya sistem pembelajaran konvensional menjadi sistem pembelajaran digital. Meskipun perkembangan teknologi merupakan hal yang pesat dalam kehidupan, kedudukannya dalam dunia pendidikan serta peranannya masih terpengaruh dengan teori-teori dalam pendidikan, seperti teori-teori pembelajaran.

Dalam konstruktivisme, pembelajaran bukanlah proses mentransfer ilmu, namun harus dibangun (constructed) sendiri oleh peserta didik. Dengan demikian, pusat pembelajaran harus dapat dilakukan secara mandiri oleh peserta didik. Guru atau pendidik dalam konstruktivisme hanya berperan sebagai fasilitator saja. Ini sebabnya, teori belajar ini melahirkan banyak pendekatan, model, dan metode pembelajaran yang berbasis student-centered atau berpusat pada siswa.

Konstruktivisme sendiri merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan merupakan hasil konstruksi (bentukan). Dalam sudut pandang konstruktivisme, pengetahuan merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif dari kenyataan yang terjadi melalui aktivitas seseorang.

Konstruktivisme ingin memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk belajar menemukan sendiri kompetensi dan pengetahuannya, guna mengembangkan kemampuan yang sudah ada pada dirinya. Dalam proses belajar mengajar, guru tidak hanya memindahkan pengetahuan kepada peserta didik dalam bentuk yang sempurna.

Dengan kata lain, peserta didik harus membangun suatu pengetahuan itu berdasarkan pengalamannya masing-masing. Lalu bagaimana aplikasinya dalam dunia pendidikan? Seperti apa prinsip yang diusung, dan bagaimana kita membedakan teori belajar ini dari teori belajar lainnya? Berikut adalah berbagai uraian yang akan menjawab berbagai pertanyaan tersebut.

Perlu mendapat perhatian bahwa pembelajaran merupakan aktivitas yang berbeda dengan pengajaran, jika pengejaran adalah aktivitas yang dipelopori dan didoniminasi oleh seorang pendidik, maka pembelajaran adalah aktivitas yang disajikan oleh pendidik dan kemudian diarahkan sepenuhnya untuk dimanfaatkan oleh peserta didik dalam menggali, mengelola dan mengembagkan wawasan dan pengetahuan baru.

Bagi pendidik, fokus pada frame work ini perlu diperhatikan agar tidak terjadi disorientasi pada setiap aktivitas belajar di kelas yang akan dilaksanakan bersama. Kualitas pembelajaran bisa disajikan dengan adanya kerja sama yang konstruktif antara guru sebagai pendidik dan siswa sebagai peserta didik. Bagi seorang pendidik, kemampuan menyajikan materi baru perlu dimiliki dengan sangat baik, jika tidak maka peserta didik akan cederung lebih cepat bosan karena materi yang ditampilkan tidak mimiliki nilai kebaruan. Inilah yang membedakan cara belajar siswa milineal dengan cara belajar siswa dahulu. Materi yang tersusun dalam kurikulum secara ensensial memang tidak banyak mengalami perubahan, akan tetapi dalam kasus dan contoh yang ditampilkan di ruang belajar harus aplikatif dan memiliki nilai kebaruan. Nuansa ini penting diciptakan agar siswa lebih cepat menangkap dan memahami tema yang sedang dipelajari. Perlu diingat bahwa gaya belajar siswa kini cenderung berpola convergen, siswa memiliki kencederungan untuk menggali informasi secara acak dan jauh di luar apa yang ia inginkan.[3]

Dari berbagai instrumen yang ada, adanya persamaan kurikulum dalam berbagai tingkatan pendidikan di Indonesia yang diberlakukan secara Nasional mestinya dapat dimanfaatkan oleh seorang pendidik agar dapat mengoptimalkan kemam Pendekatan pembelajaran di era digital seharusnya memberikan ruang bagi siswa untuk belajar seketika (immediacy of learning). Hal ini dapat mengurangi jurang pemisah antara di dalam dan di luar sekolah. Perlu diperhatikan gaya belajar siswa era digital bukan saja meneliti dan mengamati objek yang hanya ada di ruang kelas, akan tetapi mereka juga terbiasa menyimpan dan mengumpulkan berbagai informasi yang diperoleh dari ruang-ruang selain ruang kelas.

Selain itu, siswa di era milenial juga terbiasa mengungkapkan pengetahuannya secara langsung tanpa perlu dikonsep atau dipersiapkan terlebih dahulu seperti siswa-siswa pada masa sebelum ini. Perpaduan kemampuan baru ini tentu membutuhkan konsep pendekatan yang tepat agar keberadaan siswa di kelas dianggap penting sehingga siswa memiliki semangat dan spirit tinggi untuk menyelesaikan tugas belajarnya dengan lebih baik.[4]

Dengan strategi pembelajaran yang tepat, memungkinkan penyajian materi pelajaran lebih luas. Hal ini karena adanya link and mach antar guru sebagai pendidik dan siswa sebagai peserta didik, sehingga dengan ketepatan pola yang dikembangkan potensi siswa sebagai peserta didik dapat melesat bahkan dapat menembus ruang pengetahuan yang langka. Dengan keleluasaan model pembelajaran yang dikembangkan oleh guru kepada siswanya akan dapat menembus ruang-ruang geografi keilmuan yang semula hanya dapat ditemui dan diperoleh dengan mendatanginya secara langsung, namun dengan pendekatan semacam ini, ruang geografi keilmuan akan dapat ditembus tampa mendatanginya secara langsung. Sekali lagi model pengajaran dan pembelajaran memiliki fokus dan lokus yang berbeda, sehingga penting bagi guru sebgai pendidik untuk mengambi peran dan memanfaatkannya dengan cermat.[5]

Pemahaman terhadap konsep dasar penilaian dalam pembelajaran merupakan syarat wajib bagi seorang guru agar ia mampu menilai hasil belajar siswa dengan baik. Pemahaman konseptual ini sangat diperlukan agar guru mempunyai dasar yang kuat dalam menilai hasil belajar siswa.  Pada saat kita mendiskusikan permasalahan dalam penilaian hasil belajar, biasanya kita akan menemukan beberapa istilah yang sering digunakan. Beberapa istilah tersebut adalah tes, pengukuran, asesmen, dan evaluasi. Kita juga sering menggunakan istilah penilaian untuk menilai hasil belajar siswa. Penilaian sering digunakan dalam konteks asesmen dan juga dalam konteks evaluasi. Nah, dalam Kegiatan Belajar 1 modul ini, Anda akan kami ajak untuk lebih mendalami istilah-istilah tersebut di atas.

Dalam bidang pendidikan terdapat dua pengertian penilaian hasil belajar. Yang pertama, pengertian penilaian dalam arti asesmen, dan yang kedua pengertian penilaian dalam arti evaluasi. Penilaian dalam arti asesmen merupakan suatu proses pengumpulan informasi hasil belajar siswa yang diperoleh melalui pengukuran untuk menjelaskan atau menganalisis unjuk kerja siswa dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh guru. Sedangkan penilaian dalam arti evaluasi merupakan kegiatan yang dirancang untuk mengukur efektivitas pembelajaran yang melibatkan sejumlah komponen penentu keberhasilan pembelajaran. Nah, dalam pembahasan mata kuliah ini, kami mengacu pada pengertian penilaian hasil belajar dalam arti asesmen. Adapaun Yang Menjadi Permasalahan dalam Makalah Ini yaitu: Apa Konstruksi Teori dan Konsep Penilaian Pelaksanaan Pembelajaran PAI Berbasisi digital.? Dan Bagaimana Konsep penilaian pembelajaran PAI Berbasis Digital.?

B.      Konstruksi Teori

Dewasa ini, muncul kecnderungan penerapan teori  konstruktivisme dalam pendidikan/pembelajaran secara luas. Teori konstruktivisme sosial dalam pendidikan merupakan teori belajar yang dikembangkan dari hasil pemikiran Vygotsky (Social and Emancipatory Constructivism), yang menyimpulkan bahwa siswa mengonstruksikan pengetahuan dan menciptakan makna sebagai hasil dari pemikiran dan interaksi dalam suatu konteks sosial. Pandangan Vygotsky dalam mengonstruksi pengetahuan ini, sejalan juga dengan pemikiran Jean Piaget, yang menyatakan bahwa setiap individu menciptakan makna dan pengertian baru, berdasarkan interaksi antara apa yang dimiliki, diketahui dan dipercayai dengan fenomena, ide, atau informasi baru yang dipelajari. Implikasi dari teori ini dalam pembelajaran adalah memandang bahwa siswa harus aktif, karena pada dasarnya setiap siswa memiliki cara berpikir yang unik, siswalah yang membangun pengetahuannya, dan siswa juga yang akan memaknai hasil belajar atau menciptakan makna.[6]

Konstruktivisme kemudian menjadi landasan berbagai seruan dan kecenderungan yang muncul dalam pendidikan. Pendidikan Agama Islam (PAI) merupakan salah satu wilayah yang memanfaatkan seruan konstruksionis misalnya tentang perlunya peserta didik berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran, perlunya peserta didik mengembangkan kemampuan belajar mendiri, perlunya peserta didik memiliki kemampuan untuk mengembangkan pengetahuannya sendiri, serta perlunya guru berperan menjadi fasilitator, mediator dan manajer dari  proses pembelajaran.[7]

Diskursus mengenai konstruktivisme sebagai pendekatan dalam pembelajaran atau yang biasa dikenal dengan pembelajaran konstruktivistik, sering kali berhubungan dengan adanya penekanan pada bagaimana menjadikan pembelajaran menjadi bermakna bagi siswa. Di era digital, di mana siswa tumbuh di dalam lingkungan yang dipenuhi dengan fasilitas digital, dimana derasnya informasi bisa diperoleh oleh siswa dengan mudah, menantang para pengelola pendidikan untuk mampu mengemas proses pembelajaran yang relevan dengan dunia siswa di luar sekolah, sehingga siswa menjadi antusias untuk mau terlibat aktif dalam proses pembelajaran di kelas.

Atas dasar kerangka tersebut, belakangan ini pemerintah telah mengembangkan kurikulum yang secara substansial menerapkan prinsip-prinsip teori belajar konstruktivisme, berorientasi pada kebutuhan siswa, bersifat demokratis, dan kontekstual. Konsep ini menjadi salah satu komponen penting untuk meningkatkan mutu pembelajaran pendidikan agama Islam yang selama ini cenderung diajarkan dengan metode tradisional (teacher centered), yang dirasakan belum memberikan    kebermaknaan pembelajaran.

Kebermaknaan pembelajaran dimaksud adalah pembelajaran yang didesain untuk melatih kemampuan siswa untuk menghubungkan informasi baru terhadap konsep-konsep relevan yang telah terdapat dalam struktur kognitif siswa, sehingga proses pembelajaran menjadi lebih menyenangkan dan lebih memudahkan siswa dalam memahami materi yang akan diajarkan.

Dalam sejarah perkembangan teori belajar, para ilmuwan Barat telah mengelompokkan ke dalam 2 periode. Periode sebelum abad ke-20 dan periode abad 20 hingga sekarang. Sebelum abad ke-20 telah berkembang beberapa teori belajar di antaranya, teori disiplin mental, teori perkembangan alamiah (natural development) atau aktualisasi diri (self actualization) dan teori apersepsi.[8] Pada abad ke 20, teori belajar yang berkembang kemudian dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar, yaitu kelompok behavoristik dan kelompok kognitivistik.

Teori kostruktivisme dikembangkan dalam rumpun teori kognitivistik, dengan beberapa tokoh dari awal kemunculannya seperti Ernst von Glasersfeld, Immanuel Kant, Linda Alcoff & Elizabeth Potter, Thomas Kuhn, John Dewey, Jean Piaget, hingga Lev Semynovich Vygotsky.[9]

Perubahan sistem pendidikan secara umum memang diperlukan, sepanjang sistem yang lama tidak dapat menjawab segala permasalahan yang ada, khususnya sistem pendidikan agama Islam.[10]

Dalam perspektif pendidikan Islam, teori konstruktivisme telah mulai ada sejak zaman kenabian dan mencapai puncak perkembangannya pada masa Ibnu Khaldun. Hal tersebut dapat dianalisis melalui ayat-ayat Al-Qur’an, Hadith Rasul SAW, kisah sahabat, hingga pada teori belajar yang berkembang pada masa Ibnu Khaldun.

Bukti yang menunjukkan bahwa di dalam Al-Qur’an  terkandung ayat-ayat konstruktivisme dapat teridentifikasi dari adanya karakter teori belajar konstruktivisme yang terkandung di dalam beberapa ayat Al-Qur’an, di antaranya adalah sebagai berikut:

Pertama, ayat Al-Qur’an yang pertama kali diturunkan yaitu surat al-‘Alaq ayat 1-5, telah menyerukan agar manusia membaca dan menulis.[11]

Menurut H. M. Quraish Shihab, bahwa kata iqraterambil dari akar kata qaraa yang berarti menghimpun. Dari kegiatan iqra dalam arti menghimpun ini lahir aneka makna seperti menyampaikan, menelaah, mendalami, meneiti, mengetahui ciri sesuatu, dan membaca baik teks tertulis maupun tidak tertulis. Selain itu kata iqradalam arti menghimpun juga berarti bacalah, telitilah, dalamilah, ketahuilah ciri-ciri sesuatu, bacalah alam, tanda-tanda kekuasaan Allah SWT, dalamilah, ketahuilah ciri-ciri sesuatu, bacalah alam, tanda-tanda zaman, sejarah maupun diri sendiri, yang tertulis maupun yang tidak.[12]

Selain perintah membaca dalam arti yang demikian luas itu, pada ayat tersebut juga terkandung perintah menulis dengan pena dalam arti yang seluas-luasnya, seperti menulis biasa, merekam, memotret, mendokumentasikan, dan sebagainya. Hasil karya yang akan diperoleh siswa dari penerapan menulis dan membaca dalam arti yang luas ini, akan menjadi karya, pengetahuan yang tersimpan untuk jangka waktu yang tidak terbatas. Karya-karya tersebut akan dibaca dan akan diteliti oleh generasi-generasi yang datang berikutnya.[13]

Kedua, di antara karakter teori belajar konstruktivisme adalah memotivasi sikap ingin tahu siswa, yang diimplementasikan dengan banyak bertanya, tanyajawab untuk menyelesaikan masalah, dialog, dan sebagainya. Di dalam Al- Qur’an juga terdapat beberapa ayat yang dicirikan dengan adanya sebuah pertanyaan, yang mendorong umat Islam untuk mencari jawaban, pemecahan masalah, baik melalui proses berpikir, bereksperimen maupun melalui pengalaman yang dirasakan.

Anjuran-anjuran pentingnya perubahan dan pembaharuan dengan dinamisasi dan inovasi-inovasi ini, juga telah ditegaskan dalam ajaran Islam sebagaimana yang dinyatakan di dalam Al- Qur‘an, bahwa Allah tidak akan merubah keadaan, kecuali jika ada kehendak untuk merubah keadaan tersebut

Upaya pembaharuan, dinamisasi dan inovasi pendidikan Islam, memerlukan penggalian kembali konsep dan pemikiran yang bersumber dari Al- Qur‘an dan Hadith, dari pemikiran jenius tokoh-tokoh muslim pendidikan baik salaf dan kontemporer, dan juga membandingkannya dengan inovasi pemikir Barat, yang saat ini memperlihatkan kemajuan diberbagai bidang. Hal tersebut ditujukan agar pendidik di era digital, bisa mendapatkan formulasi baru dan segar tentang kependidikan melalui kajian-kajian serius dan berkesinambungan, dengan tidak melupakan khasanah keislaman.[14]

C.    Konsep Penilaian Pembelajaran PAI Berbasis Digital

Di era pembelajaran Abad 21, setiap insan pendidikan dituntut untuk memiliki kompetensi dalam menggunakan internet sebagai media pembelajaran digital. Kompetensi tersebut meliputi pengetahuan berbagai aplikasi yang ada pada internet dan keterampilan teknis terhadap pemanfaatan perangkat media digital. Kompetensi terhadap penggunaan internet sebagai media belajar pada era milenial ini disebut pula dengan istilah “Literasi Digital”.

Literasi digital secara umum dimaknai sebagai kemampuan untuk menggunakan media digital seperti ipad, tablet, gadget, laptop, dan jenis media layar lainnya yang bukan lagi menggunakan media cetak (buku atau kertas). Literasi digital tidak serta-merta menggantikan pentingnya literasi tradisional (cetak) sebagai suatu tahapan. Dengan demikian literasi digital lebih merupakan kemampuan untuk membaca, menulis, serta menganalisis objek digital yang biasanya tersaji dalam layar yang bukan cetak.[15] Pembelajaran literasi (termasuk literasi digital) memiliki tujuan utama yaitu untuk memberikan kesempatan atau peluang kepada siswa dalam mengembangkan dirinya sebagai komunikator yang kompeten dalam multikonteks, multikultur, dan multimedia melalui pemberdayaan multi intelegensi yang dimilikinya. Berkaitan dengan tujuan utama ini, pembelajaran pada abad ke-21 memiliki tujuan-tujuan sebagai berikut :

1.     Membentuk siswa menjadi pembaca, penulis, dan komunikator yang strategis.

2.     Meningkatkan kemampuan berpikir dan mengembangkan kebiasaan berpikir pada siswa.

3.     Meningkatkan dan memperdalam motivasi belajar siswa.

4.     Mengembangkan kemandirian siswa sebagai seorang pembelajaran yang kreatif, inovatif, produktif, dan sekaligus berkarakter.[16]

Pengembangan pembelajaran PAI merupakan kegiatan dalam melaksanakan tindakan untuk menciptakan suasana komunikasi yang edukatif antara guru dan siswa yang mencakup segi kognitif, afektif dan psikomotorik dalam rangka mencapai tujuan pembelajan PAI yang telah ditetapkan. Sehingga diperlukan interaksi antara berbagai komponen pengajaran, yang pada hakekatnya dapat dikelompokkan ke dalam komponen utama yaitu guru, isi atau materi pelajaran dan siswa.

Dunia pendidikan dituntut untuk selalu senantiasa menyesuaikan perkembangan teknologi, sebagai usaha dalam meningkatkan mutu pendidikan, terutama penyesuaian penggunaan TIK dalam proses pembelajaran, serta pengembangan penggunaan TIK sebagai media yang mampu meningkatkan makna pembelajaran.[17]

Muncul program-program pembaharuan sistem pembelajaran berbasis teknologi, atau pengintegrasian TIK dalam kegiatan pembelajaran. Pembaharuan sistem pembelajaran dengan menggunakan metode eksperimental dan pengendalian belajar lebih kepada siswa (Student Centered). Hal tersebut, berimplikasi pula pada upaya peningkatan IQ (Inteligence Quotient) dan TI (Technological Intelligence)   siswa   yang diimbangi dengan pembinaan EQ (Emotional Quotient) dan SQ (Spiritual Quotient).[18]

Di era digital yang terus tumbuh ini, semakin banyak peserta didik yang perlahan tapi pasti bergerak menuju digital online course di hampir setiap bidang. Selain pembelajaran digital melibatkan media teknologi yang sangat maju, pembelajaran digital juga mampu memberikan peserta didik banyak fleksibilitas, memungkinkan mereka untuk belajar kapan saja, dari mana saja dengan kecepatan mereka sendiri tanpa khawatir tentang jadwal atau scheduling. Para peserta didik juga memiliki kebebasan untuk memilih apa yang mereka pelajari dan apa yang tidak ingin mereka pelajari sesuai dengan kebutuhan pencapaian kompetensi yang ingin mereka capai atau pun kuasai.

Pembelajaran digital pada hakekatnya adalah pembelajaran yang melibatkan penggunaan alat dan teknologi digital secara inovatif selama proses belajar mengajar, dan sering juga disebut sebagai Technology Enhanced Learning (TEL) atau e-Learning. Menjelajahi penggunaan teknologi digital memberi para pendidik kesempatan untuk merancang kesempatan belajar yang lebih menarik dalam pembelajaran yang mereka ajarkan, dimana rancangan pembelajarannya dapat dikombinasikan dengan tatap muka atau bisa juga sepenuhnya secara online.

Menurut Williams (1999), pembelajaran digital dapat dirumuskan meliputi aspek perangkat keras (infrastruktur) berupa seperangkat komputer yang saling berhubungan satu sama lain dan memiliki kemampuan untuk mengirimkan data, baik berupa teks, pesan, grafis, video maupun audio

Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik sebuah benang merah, bahwa sudah saatnya pengelola pendidikan di era digital merumuskan strategi pembelajaran yang mampu mengatasi gejala- gejala negatif yang muncul saat proses pembelajaran, mengatasi problematika pembelajaran PAI yang masih mengalami banyak kendala dari sisi materi, guru, siswa, serta saranan dan prasarana.

Pembaharuan pendidikan Islam yang diperlukan saat ini, lebih banyak menyangkut aspek metodologi pembelajaran dari yang bersifat dogmatis-doktriner dan tradisional menuju kepada pembelajaran yang lebih dinamis-aktual dan kontekstual kontemporer.

Adapun konsep pembelajaran efektif yang bisa dirumuskan, dalam relevansinya untuk meningkatan mutu pendidikan terutama dalam hal penyesuaian penggunaan TIK dalam proses pembelajaran PAI, dan pengembangan penggunaan TIK sebagai media yang mampu meningkatkan makna pembelajaran, adalah konsep pembelajaran aktif berbasis konstruktivisme, karena pembelajaran berbasis konstruktivisme menolak pandangan yang menempatkan bahwa pembelajaran sebagai proses transfer informasi (transfer of knowledge) saja. Ketidaktepatan pandangan ini juga semakin terasa, jika dikaji dengan pesatnya perkembangan arus informasi dan media komunikasi yang sangat memungkinkan siswa secara aktif mengakses berbagai informasi yang mereka butuhkan. Dalam keadaan ini guru hendaknya dapat memberikan dorongan dan arahan kepada siswa untuk mencari berbagai sumber untuk dapat membantu peningkatan pengetahuan dan pemahaman mereka tentang aspek-aspek yang dipelajari.

Strategi ini selanjutnya diharapkan mampu membantu tercapainya tujuan pembelajaran PAI secara umum, dan khususnya dalam menciptakan ketahanan mental pribadi muslim yang kuat di tengah derasnya pengaruh global.

 

D.    Epilog

1.     Kesimpulan

Adapun yang menjadi kesimpulan berdasarkan pembahasan diatas adalah sbb.

1)    Teori konstruktivisme sosial dalam pendidikan merupakan teori belajar yang dikembangkan dari hasil pemikiran Vygotsky (Social and Emancipatory Constructivism), yang menyimpulkan bahwa siswa mengonstruksikan pengetahuan dan menciptakan makna sebagai hasil dari pemikiran dan interaksi dalam suatu konteks sosial. Pembelajaran digital adalah praktik pembelajaran yang menggunakan teknologi secara efektif untuk memperkuat pengalaman belajar peserta didik yang menekankan instruksi berkualitas tinggi dan menyediakan akses ke konten yang menantang dan menarik, umpan balik melalui penilaian formatif, peluang untuk belajar kapan saja dan di mana saja, dan instruksi individual untuk memastikan semua peserta didik mencapai potensi penuh mereka.

2)    Pada dasarnya, pembelajaran digital diterapkan dengan menggunakan beberapa prinsip, yakni; personalisasi, partisipasi aktif peserta didik, aksesibilitas, dan penilaian. Dalam hal pemanfaatan pembelajaran digital, setidaknya ada 3 potensi atau fungsi pembelajaran digital yang dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu sebagai alat komunikasi, alat mengakses informasi, dan alat pendidikan atau pembelajaran.

2.     Saran

Guru pendidikan agama Islam hendaknya senantiasa terlibat secara aktif dalam mendesain dan mengembangkan model- model pembelajaran PAI konstruktivistik yang berbasis digital, serta mengimplementasikannya dalam proses pembelajaran, sehingga peserta didik lebih termotivasi dalam mempelajari pendidikan agama Islam, serta mempunyai motivasi untuk senantiasa mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari dengan penuh kesadaran dan kebermaknaan.

Wallahu a’lamu bish-Shawab.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

- Budi Harsanto, Inovasi Pembelajaran di Era Digital: Menggunakan Google Sites dan Media Sosial, (Bandung: UNPAD Press, 2017), hal. 2

- ps://blogs.itb.ac.id/feeds/mendidik-anak-millenial-eradigital, diakses pada 5 juli 2019

- Winastwan Gora dan Sunarto, PAKEMATIK: Setrategi Pembelajaran Berbasis TIK, (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2018), hal.

- wi Salma Prawiradilaga, dkk., Mozaik Teknologi Pendidikan: E-Learning, (Jakarta: Kencana, 2013), hal 10

-  Dhitta Putri Saraswati, Mendidik Pemenang Bukan Pencundang,...hal. 14

- Prastowo, Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan Penelitian (Jogjakarta: Ar Ruzz Media, 2011), 41.

- Rheta DeVries, Vygotsky, Piaget, and Education, A Reciprocal Assimilation of Theories and Educational Practices (University of Northern Iowa: Regent’s Center for Early Developmental Education, tt), 11. Lihat juga Charlotte Hua Liu & Robert Matthews, ‚Vygotsky’s philosophy: Constructivism and its criticisms examined‛, International Education Journal, 6(3), (2005), 387-391

- Paulina Pannen, dkk. Konstruktivisme dalam Pembelajaran, Proyek Pengembangan Universitas Terbuka Dirjen Dikti Depdiknas (Jakarta, 2001), 1.

- Morris L. Bigge, Learning Theoris for Teacher (New York: Harper & Row Publisher, 1982), 49, Lihat juga Suherli Kusmana, Model Pembelajaran Siswa Aktif (Jakarta: Sketsa Aksara Lalitya, 2010), 3.

- Philips juga menambahkan beberapa tokoh-tokoh seperti Habermas, Giambattista Vico, David Bloor & Barry Barnes or Steve Fuller, dan Donald Norman. Dia mengelompokkan tokoh-tokoh tersebut sebagai konstruktivis. D.C. Phillips, ‚The Good, the Bad, and the Ugly: The Many Faces of Constructivism‛, Educational Resesrcher, Vol. 24, No. 7 (October 1995), 6.

-  Mastuhu, Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional Abad 21, 1-3.

- M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an Tafsir Maud{u‘i atas Pelbagai Persoalan Umat (Bandung: Mizan, 1996), cet. III, 433. Lihat juga Abuddin Nata, Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur’an (Jakarta: UIN Jakarta Press), 2.

-  Abuddin Nata, Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur’an, 2.

- Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam, Pengembangan Pendidikan Integratif di Sekolah, Keluarga dan Masyarakat, Yogjakarta: LKIS, 2009, 4.

 

- Mohammad Hairul, Literasi Produktif Berbasis IT, Seminar Nasional, Jember, 2017 

- Yunus Abidin, Pembelajaran Multiliterasi: Sebuah Jawaban atas Tantangan Pendidikan Abad ke-21 dalam Konteks Keindonesiaan, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2018), 23 

- Azhar Arsyad, Media Pembelajaran (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), 2. Lihat juga Aloka Nanjappa And Michael M. Grant, ‚Constructing on Constructivism: The Role of Technology‛ Electronic Journal for the Integration of Technology in Education (University of Memphis(, 38-56.

- Rusman, dkk. Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (Jakarta: Rajawali Press, 2013), 2.

 



[1] Budi Harsanto, Inovasi Pembelajaran di Era Digital: Menggunakan Google Sites dan Media Sosial, (Bandung: UNPAD Press, 2017), hal. 2

[2] https://blogs.itb.ac.id/feeds/mendidik-anak-millenial-eradigital, diakses pada 5 juli 2019

[3] Winastwan Gora dan Sunarto, PAKEMATIK: Setrategi Pembelajaran Berbasis TIK, (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2018), hal.

[4] Dewi Salma Prawiradilaga, dkk., Mozaik Teknologi Pendidikan: E-Learning, (Jakarta: Kencana, 2013), hal 10

[5] Dhitta Putri Saraswati, Mendidik Pemenang Bukan Pencundang,...hal. 14

[6] Rheta DeVries, Vygotsky, Piaget, and Education, A Reciprocal Assimilation of Theories and Educational Practices (University of Northern Iowa: Regent’s Center for Early Developmental Education, tt), 11. Lihat juga Charlotte Hua Liu & Robert Matthews, ‚Vygotsky’s philosophy: Constructivism and its criticisms examined‛, International Education Journal, 6(3), (2005), 387-391

[7] Paulina Pannen, dkk. Konstruktivisme dalam Pembelajaran, Proyek Pengembangan Universitas Terbuka Dirjen Dikti Depdiknas (Jakarta, 2001), 1.

[8] Morris L. Bigge, Learning Theoris for Teacher (New York: Harper & Row Publisher, 1982), 49, Lihat juga Suherli Kusmana, Model Pembelajaran Siswa Aktif (Jakarta: Sketsa Aksara Lalitya, 2010), 3.

[9] Philips juga menambahkan beberapa tokoh-tokoh seperti Habermas, Giambattista Vico, David Bloor & Barry Barnes or Steve Fuller, dan Donald Norman. Dia mengelompokkan tokoh-tokoh tersebut sebagai konstruktivis. D.C. Phillips, ‚The Good, the Bad, and the Ugly: The Many Faces of Constructivism‛, Educational Resesrcher, Vol. 24, No. 7 (October 1995), 6.

[10] Mastuhu, Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional Abad 21, 1-3.

[11] Surat al-’Alaq ayat 1-5, artinya bacalah dengan menyebut nama TuhanMu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari ’alaq. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar manusia dengan dengan pena, mengajar manusia apa yang tidak diketahuinya

[12] M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an Tafsir Maud{u‘i atas Pelbagai Persoalan Umat (Bandung: Mizan, 1996), cet. III, 433. Lihat juga Abuddin Nata, Pendidikan dalam Perspektif Al-Quran (Jakarta: UIN Jakarta Press), 2.

[13] Abuddin Nata, Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur’an, 2.

[14] Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam, Pengembangan Pendidikan Integratif di Sekolah, Keluarga dan Masyarakat, Yogjakarta: LKIS, 2009, 4.

[15] Mohammad Hairul, Literasi Produktif Berbasis IT, Seminar Nasional, Jember, 2017  

[16].Yunus Abidin, Pembelajaran Multiliterasi: Sebuah Jawaban atas Tantangan Pendidikan Abad ke-21 dalam Konteks Keindonesiaan, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2018), 23 

[17] Azhar Arsyad, Media Pembelajaran (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), 2. Lihat juga Aloka Nanjappa And Michael M. Grant, ‚Constructing on Constructivism: The Role of Technology‛ Electronic Journal for the Integration of Technology in Education (University of Memphis(, 38-56.

[18] Rusman, dkk. Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (Jakarta: Rajawali Press, 2013), 2.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEKILAS MENGENAL ABANG RUDI

Rudi Duwila, Keseharian biasanya saya sapa beliau dengan panggilan Abang Rudi. Panggilan ini memang sangat kental dikalangan warga Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Sepengetahuan dan sepengalaman saya, beliau adalah sosok kakak yang sederhana, dermawan, murah senyum, sapa sesama, sabar, rendah hati dan banyak lagi yang patut untuk di dijadikan teladan.  Sebagasi yunior saya adalah salah satu yang mendapat perlindungan dari Bang Rudi waktu berproses menjadi mahasiswa kala itu, saya sangat merasakan perlindungan dari beliau diantara para senior lain kala itu, sebut saja Budi Banapon,  Bustamin Sanaba , Ipa Irfan  dan lain-lain, karena setahu saya sewaktu mulai aktif di HPMS Cabang Kepulauan Sula sejak tahun 2013 dengan Jabatan Ketua Komisariat HPMS STAIN Sanana, mereka inilah senior yang saya kenal. Perlindungan dan Kasih sayang para senior termasuk Bang Rudi  dapat resapi dalam pola kehidupan berorganisasi dan kesehariannya. Dalam setiap gerakan aksi demonstrasi yang sa...

“PESERTA DIDIK DAN PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAM”

CATATAN KECIL                                                                              O L E H : SAHRUL TAKIM   BAB I PENDAHULUAN A.        Latar Belakang Pendidik (Guru) merupakan salah satu hal terpenting dalam proses pendidikan. Tugas guru sebagai pendidik merupakan hal yang sangat mulia di sisi Allah SWT dan mendapatkan penghargaan yang tinggi. Tapi penghargaan yang tinggi tersebut diberikan kepada guru yang bekerja secara tulus dan ikhlas dalam mengajar peserta didiknya, atau bisa disebut juga guru tersebut bekerja secara professional...

Kampung Ku Dunia Ku; Sebuah Cerita

Oleh: Sahrul Takim   Hidup ini adalah pergiliran antara satu kenyataan dengan kenyataan berikutnya. Dari sejak awal dilahirkan di dunia ini, manusia sudah bersua dengan berbagai peristiwa dan ujian. Entah disadari atau tidak, yang jelas begitulah faktanya. Ada susah-senang, duka-suka, derita-bahagia, sakit-sehat, benci-gembira, tangis-tawa dan seterusnya. Semuanya dipergilirkan. Begitu kata sebagian orang bijak mengingatkan. Masuk dalam medan baru kehidupan atau apa yang dikenal dengan kehidupan dunia adalah pilihan takdir yang sudah diatur oleh Sang Kuasa. Tak ada yang mampu menolaknya. Tidak ada yang mampu ‘mengawali’ dan tidak ada yang mampu ‘mengakhiri’. Sebab kehadiran manusia—melalui rahim suci sang bundanya—adalah takdir yang tak mampu ditakar akal dan kemampuan manusia. Begitu juga, ketika kelak meninggal. Ia adalah takdir Sang Kuasa. Aku sebagai salah satu dari miliyaran manusia yang menghirup nafas di dunia ini tentu punya alur hidup tersendiri. Mau bagaimana aku menjalan...