Oleh: Sahrul Takim
"Pernikahan bukanlah tentang kemewahan, tapi tentang keberkahan. Maka jangan jadikan ia berat karena mahar yang mahal atau pesta yang berlebihan." (Syekh Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah)
Prolog
Pernikahan adalah salah satu sunnah Rasulullah SAW yang sangat dianjurkan bagi umat Islam. Ia bukan hanya sekadar penyatuan dua insan, melainkan juga ibadah yang bernilai tinggi, sarana menjaga kehormatan diri, serta jalan untuk membangun keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.
Realitas kehidupan masyarakat saat ini, sering kali pernikahan justru dibebani dengan biaya yang sangat besar, hingga membuat sebagian orang merasa enggan atau menunda pernikahan karena keterbatasan ekonomi. Bahkan kerap menempuh jalan pintas walau harus memikul dosa besar, hanya karena menghindari tingginya Penetapan Biaya Nikah. Sebagian lain harus memilih mengakhiri perasaan dan perjalanan selanjutnya disebabkan karena tidak memiliki biaya yang besar.
Dalam masyarakat modern saat ini, fenomena tingginya biaya pernikahan kerap menjadi perbincangan hangat. Berbagai adat dan budaya yang berkembang justru menjadikan pernikahan sebagai ajang pamer kemewahan dan status sosial, sehingga menimbulkan beban finansial yang sangat besar bagi para calon pengantin dan keluarga mereka. Namun, dari sudut pandang ajaran Islam, tingginya biaya pernikahan sebenarnya tidak dibenarkan dan bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah yang mengatur kehidupan berkeluarga. Terdapat beberapa asumsi pribadi kenapa fenomena tingginya biaya pernikahan bertentangan dengan ajaran Islam:
Islam Memandang Pernikahan Sebagai Ibadah dan Sunnah yang Sederhana
Pernikahan dalam Islam bukan sekadar sebuah acara seremonial yang mewah, melainkan merupakan ibadah dan sunnah Nabi yang mengandung banyak hikmah, termasuk pembinaan keluarga dan pemeliharaan keturunan. Rasulullah SAW mencontohkan pernikahan yang sederhana tanpa berlebih-lebihan. Dalam banyak hadis, beliau bahkan mengajarkan agar menikah tidak menimbulkan kesulitan, baik secara finansial maupun sosial. Pernikahan sederhana juga mendorong keikhlasan dan perasaan bahagia tanpa beban.
Islam memandang pernikahan sebagai sesuatu yang sederhana dan memudahkan, bukan memberatkan. Nabi Muhammad SAW bersabda:
Dari hadis ini terlihat bahwa tujuan pernikahan adalah keberlangsungan keturunan, kasih sayang, dan ibadah. Bukan tentang kemewahan pesta, bukan pula tentang gengsi sosial. Bahkan Rasulullah SAW menganjurkan agar pernikahan dipermudah, bukan dipersulit.
Tingginya Biaya Pernikahan Membebani Calon Pengantin dan Keluarga
Gedung Megah atau Tenda berkualitas dan Mahal, riasan berlapis, dekorasi mahal, dan sajian makanan berlimpah seolah menjadi standar keberhasilan sebuah pernikahan. Padahal, hakikat walimah (resepsi pernikahan) dalam Islam hanyalah bentuk syukur, bukan ajang pamer atau perlombaan status sosial.
Nabi Muhammad SAW pernah mengadakan walimah sederhana dengan menyembelih seekor kambing. Bahkan, untuk sebagian sahabat, walimah cukup dengan kurma dan minuman seadanya. Dengan demikian, resepsi sederhana tetap sah, asalkan ada niat syukur dan doa dari kerabat serta tetangga.
Sering kali tingginya biaya pernikahan bukan hanya menjadi kebanggaan, tetapi sekaligus menjadi beban besar. Banyak calon pengantin yang harus berutang atau menjual aset demi memenuhi tuntutan acara yang mewah. Hal ini bertentangan dengan prinsip Islam yang melarang seorang muslim untuk hidup dalam hutang, apalagi sampai menimbulkan kesusahan yang berlanjut. Islam menekankan pentingnya keseimbangan dan tidak boleh berlebih-lebihan (israf).
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:
Alasan Tradisi yang Berlebihan Tidak Selalu Islami
Dalam banyak komunitas, adat pernikahan menjadi tolok ukur utama kemuliaan dan kehormatan keluarga. Namun, kerap adat diubah sesuai kebiasaan konsumeris dan pragmatis yang berlebihan tidak selalu sesuai ajaran Islam jika bertentangan dengan prinsip kesederhanaan dan keadilan. Islam memandang bahwa yang utama dalam pernikahan adalah niat yang tulus untuk membangun rumah tangga yang harmonis serta memenuhi hak-hak suami istri.
Adat yang memaksa calon pengantin untuk menyediakan barang-barang mewah, pakaian mahal, hantaran besar, dan pesta yang sangat megah sering kali menjadi penyebab tertundanya hari pernikahan atau bahkan kegagalan menikah bagi sebagian orang. Ini jelas tidak selaras dengan beratnya sunnah menikah yang dianjurkan Nabi untuk segera dilakukan tanpa kesulitan.
Maka dari itu, segala bentuk tradisi atau kebiasaan yang mempersulit jalan pernikahan, termasuk biaya yang berlebihan, tidak dibenarkan dalam Islam. Justru pernikahan yang sederhana, penuh keberkahan, dan berlandaskan keimanan jauh lebih utama.
Pernikahan Dalam Islam Menekankan Kesederhanaan dan Kejujuran
Islam sangat menekankan kejujuran dan keterbukaan dalam bertransaksi dan hubungan sosial, termasuk saat pernikahan. Mempelai laki-laki diwajibkan memberikan mahar (maskawin) sebagai simbol penghormatan, tetapi besaran mahar harus disesuaikan dengan kemampuan dan tidak boleh memberatkan. Mahar yang berlebihan justru dapat menjadi rintangan.
Dalam Islam, mahar adalah kewajiban suami kepada istri. Namun, mahar tidak ditentukan dengan jumlah yang besar atau mahal. Rasulullah SAW pernah menikahkan seorang sahabat hanya dengan mahar berupa cincin dari besi, bahkan pernah pula dengan mengajarkan hafalan Al-Qur’an. Hal ini menegaskan bahwa nilai pernikahan bukan ditentukan dari besar kecilnya mahar, tetapi dari ketakwaan dan kesungguhan pasangan dalam membina rumah tangga.
Sayangnya, di banyak masyarakat modern, mahar sering kali dijadikan ajang gengsi. Ada yang mensyaratkan uang puluhan hingga ratusan juta, emas berkilogram, hingga berbagai tuntutan materi lainnya. Hal ini jelas bertentangan dengan prinsip Islam yang menganjurkan kemudahan.
Selain itu, Islam mengajarkan agar keluarga menjaga niat baik dan kompensasi yang pantas namun tidak berlebihan. Hal ini penting untuk memastikan bahwa pernikahan berjalan lancar dan bukan menjadi ajang kompetisi materi.
Dampak Negatif Biaya Pernikahan yang Tinggi
Fenomena tingginya biaya pernikahan bukan hanya tidak sesuai dengan ajaran Islam, tetapi juga menimbulkan banyak masalah sosial, di antaranya:
- Menunda Pernikahan: Banyak pemuda dan pemudi menunda menikah karena merasa belum mampu menanggung biaya besar. Akibatnya, rawan terjerumus ke dalam pergaulan bebas.
- Meningkatkan Hutang: Tak sedikit keluarga yang berutang demi membiayai pesta pernikahan. Padahal, hutang dalam Islam adalah tanggung jawab berat yang harus segera dilunasi.
- Menumbuhkan Sifat Pamer dan Gengsi: Pernikahan yang mewah sering kali hanya untuk menjaga gengsi atau “ikut-ikutan” orang lain. Padahal, sifat pamer (riya’) adalah penyakit hati yang dibenci Allah.
- Mengaburkan Tujuan Pernikahan: Fokus utama beralih dari membangun rumah tangga islami menjadi bagaimana memuaskan mata tamu undangan.
Solusi dan Arah yang Selaras dengan Syariah
Sebagai umat Islam, sudah saatnya kita mengembalikan esensi pernikahan ke jalur yang benar, yaitu menjalankan sunnah dan menghindari budaya konsumtif yang tidak sesuai. Beberapa langkah yang bisa dilakukan antara lain:
- Mengedukasi masyarakat tentang pentingnya pernikahan sederhana yang diridhai Allah
- Menyederhanakan prosesi pernikahan yang tidak memerlukan biaya besar
- Memberikan contoh dan teladan dari tokoh masyarakat dan ulama.
- Mendorong keluarga untuk lebih menerima kesederhanaan dan menjauhkan sikap pamer
- Menerapkan batasan-batasan philanthropi dan syariah dalam pesta pernikahan.
Epilog
Tingginya biaya pernikahan, yang seringkali dilatarbelakangi budaya konsumerisme dengan mengatasnamakan adat dan keinginan menunjukkan status sosial, sebenarnya bertentangan dengan ajaran Islam yang mengedepankan kesederhanaan, keikhlasan, dan keringanan beban. Islam menuntun kita agar menikah dengan cara yang mudah, murah, dan tanpa memberatkan, sehingga pernikahan bukan menjadi sumber kesulitan tetapi justru menjadi pintu berkah dan kebahagiaan. Oleh karena itu, sebagai umat Islam, sudah semestinya kita menghindari budaya membebani diri dengan biaya pernikahan yang tinggi dan lebih menekankan pada nilai-nilai spiritual dan kemaslahatan keluarga.
Komentar
Posting Komentar